Rabu, 10 Juli 2019

Manusia Sarjana atau Manusia Serakah




"Agar bisa menanjak di dunia ini, kau harus menjadi sarjana. Dan begitulah ceritanya sehingga dunia kehilangan banyak petani, pembuat roti, pedagang barang antik, pemahat, dan penulis hebat " _Paulo Coelho_
.
.
Maafkan kami generasi yang hidup di dunia kapitalis, yang mengungkung kesuksesan kami sebatas material dan kami dituntut mendapatkannya secepat dan sebanyak-banyaknya. Kami kehabisan waktu untuk berkreasi, karena kabarnya kreasi kami tak bikin perut kenyang dan menjanjikan masa depan yang gemilang. Ah..sudahlah..kami hanya ingin berpasrah pada kapitalisme yang mencekik kehidupan kami. Tak ada waktu bagi kami memikirkan sawah dan ladang, karena dijual ke investor asing lebih menjanjikan atau kalau tidak begitu, kami bangun kos-kosan saja, banyak orang butuh tempat tinggal. Kami juga tak ada waktu membuat roti apalagi jajanan tradisional, tanah kami sudah dikuasai asing. Mereka mengeruk tanah kami hingga zat-zat hara yang baik untuk calon tanaman kami terkikis. Suatu ketika kami takkan bisa bertanam gandung, padi, ketan, jagung, ketela pohon dan ketela rambat. Bahkan pernah kami dengar kabar burung, katanya lahan kami akan dijadikan jalan tol, supaya lalu lintas para pemilik modal lancar jaya. Sedang kami tak tahu, cerita lisan atau kearifan lokal apa yang kelak bisa kami ceritakan jika hal itu terjadi. Kami sedih...tapi tidak ada yang mau peduli.
.
.
Kami sudah tak sanggup menjadi pedagang barang antik, karena mereka lebih suka barang-barang brandit dari luar negeri, Barang antik kami pada akhirnya tersemayamkan di museum berteman debu, yang kelak akan dikunjungi anak cucu kami untuk berswafoto lalu diunggah di sosial medianya dengan tulisan, "yeeey...aku sedang ke museum, belajar mengenal benda-benda antik dan unik warisan nenek moyang yang harus kita lestarikan. Aku sudah berkunjung ke museum loh, kamu?". Segera saja like dan comment berjejalan di akun sosial medianya, ada yang mengungkapkan rasa bangganya karena dia peduli pada benda-benda antik warisan nenek moyang, ada pula yang bertanya dapat fasilitas apa jika datang ke museum. Ah..sungguh keterlaluan sekali. Padahal dia ke sana hanya sebatas foto dengan pose terbaik Ia bahkan tak membacai keterangan benda-benda tersebut. #miris.
.
.
Kami juga tak sanggup menjadi pemahat, pelukis dan penulis hebat. Proses kreatifnya memakan waktu lama, sedang kami berada di dunia yang serba cepat, yang terkadang membuat kami sesak bernafas. Tidak mungkin lah kami mau menyulitkan diri membuat patung yang minimal memakan waktu 3 bulan, sedang perut kami keroncongan. Tidak mungkin lah kami mau keliling lembah, sungai, hutan, gunung dan laut hanya untuk mencari inspirasi melukis. Tidak mungkin lah kami ada waktu riset dan membacai banyak buku untuk bahan tulisan, sedang plagiasi itu enaknya tak tertahankan. Udah murah, mudah, cepat lagi. Maka jangan heran ketika skripsi, tesis atau disertasi kami berdebu di ruang perpustakaan. Mau bagaimana lagi, kami dituntut serba cepat jadi melihat penelitian kakak tingkat, lalu mengambil sumber data penelitian yang berbeda, kami lakukan. Lagi-lagi itu semua karena kebijakan kapitalis di era disrupsi yang membuat kami sedikit meringis;empat tahun, dua tahun dan tiga tahun tersita untuk karya ilmiah yang tak bisa memberi kontribusi bagi negeri. Malah kertas-kertas karya ilmiah kami menggerus habis pohon-pohon di bumi. Kami serakah, maafkan kami. Ekosistem terganggu, lingkungan makin hari makin rusak itu ulah kami. Tapi maaf...kami enggan mengakuinya. Kami enggan disalahkan, karena ini ulah bersama yang diturunkan dari generasi-generasi serakah sebelum kami.
.
.
Maka di ujung tulisan ini, maha benar manusia dengan keserakahannya. Kita semua serakah. Kita semua penghasil sampah. Kita semua membuat bumi penuh sesak dan lingkungan tercemar limbah dan polusi, karena kita sibuk berebut titel dan mengumpulkan harta dengan menyikut sana-sini, menyakiti alam dan sesama, bahkan membuat sedih semesta. Sebenarnya, tugas kita sebagai manusia itu untuk menjadi khalifah di bumi yang membawa kedamaian, atau menjadi penjahat yang membawa kerusakan?
.
.
Tulisan Nurva
Surabaya, 11 Juli 2019 pukul 11.25 WIB
di Perpustakaan Fakultas Bahasa dan Seni, Unesa.


Teruntuk Kamu yang Kelak Menjadi Suamiku

Assalamualaikum Wr.Wb...
Kuucap salamku sebagai tanda ucapan selamat datangku, karena kamu hadir dalam kehidupanku. 
Kuucap salamku sebagai tanda ucapan selamat datangku, karena akhirnya kamu datang juga setelah penantian panjangku. 
kuucap salamku sebagai tanda supaya kebaikan menyelimutiku, menyelimutimu, menyelimuti kita dalam melangkah menyambut hari depan. 

Kamu yang kelak akan ada di sisiku, dalam susah-senangku, sedih-bahagiaku, kecewa-legaku, gagal-berhasilku, kalah-menangku, sakit-sehatku, kusam-cantikku, tua-mudaku...
Mohon mengerti, perempuan yang hendak kaubersamai ini bukan perempuan sempurna. Ia masih ada kurang di sana-sini. Masih banyak lemah di sana-sini. Maka, mohon bimbing dan kuatkan perempuanmu ini, apapun kondisi yang kelak akan kita lalui seperti perempuanmu ini sedia menemani langkahmu kedepan. 

Kamu yang kelak tahu segala sisi diri dan kehidupanku...
Kuharap kamu sanggup dan ikhlas dengan semua hal yang ada padaku, seperti aku akan sanggup dengan segala sisi diri dan kehidupanmu. Doaku, semoga kita berdua mampu melalui hal-hal yang kelak akan kita lalui, apapun itu. Jangan tinggalkanku hanya ketika aku berbuat salah, tapi tegur aku dengan cara bijakmu. Sadarkan aku jika aku keliru dan keras kepalaku kambuh. 

Kamu yang kelak akan menghabiskan banyak waktu hingga akhir hayatku
Semoga cintamu tetap untukku hingga akhir. Semoga kita berdua tetap memiliki waktu berdua meski sudah lahirnya anak-anak. Aku tetap ingin memiliki waktu berdua denganmu dan kita bercerita tentang kali pertama kita bertemu, tentang hari-hari yang kita lalui, tentang cita-cita kita bersama, dan tentang masa senja yang kelak akan memeluk kita. 

Kamu yang kelak menjadi pasanganku dalam banyak hal
Semoga kisah kita abadi. Menikah denganmu adalah pilihan yang kuambil dengan pertimbangan matang. Hanya denganmu ingin kujalani hidupku, sebelum datang matiku dan semoga kita tetap disandingkan bersama di alam keabadian. Aamiin.... 

Teruntuk kamu yang kelak jadi suamiku, kutunggu hadirmu menjemputku untuk mengikrar janji sehidup sesurga... Semoga kita lekas bertemu dan membangun mahligai pernikahan. Aamiin.... 

Menikah

Setelah dua kali gagal dengan rencana menikah dengan mantan kekasih, dan sekali gagal dengan rencana menikah dengan mantan ta'aruf, maka cukup sudah untuk diriku berhati-hati ketika memilih pasangan. Aku lebih selektif sekarang dan tidak membiarkan orang-orang toksik berkeliaran di hidupku. Terlebih laki-laki. 

Mungkin ada beberapa teman laki-laki yang mendekati, namun aku lebih awas sekarang. Kuperhatikan dulu maksud dan tujuan mereka. Kuamati dulu mana yang modus dan tulus. Sampai-sampai kadang aku lelah sendiri dengan manusia bernama laki-laki. Hahaha. 

Beruntunglah aku punya teman-teman di lingkungan yang sehat.Mereka yang siap mendengarkanku bahkan mindfulness bersamaku, sehingga aku bisa tetap berkesadaran dalam memilah dan memutuskan. Alhamdulillah...

Soal menikah, yang kapan hari juga dipermasalahkan oleh orangtua karena usiaku sudah 23 tahun, maka kali ini kujawab, "Aku akan segera menikah, setelah kesiapan dan persiapanku cukup. Aku tak mau premature membangun rumah tangga. Aku juga tak mau premature memiliki anak. Akan kupersiapkan matang". 

Soal jodoh, siapapun lelaki yang kelak kusebut suami dan menjadi ayah dari anak-anakku, semoga dia orang yang tulus sayangnya ke aku dan keluargaku. Semoga dia orang yang asertif dan melek gender. Melek literasi. Pekerja keras nan cerdas. Sholeh dan taat agama. Mandiri dan bertanggung jawab pada keluarga. Jika telah kutemukan dia dengan kriteria itu, maka aku siap dinikahi olehnya. Aku siap menjadi istri dan bunda dari anak-anaknya. Tak peduli nanti aku harus meregang nyawa ketika melahirkan anak-anak kami. Tak peduli nanti aku harus membagi waktu sedemikian rupa antara keluarga, karier, q-time berdua, dan me time. Aku siap menikahi dan dinikahi laki-laki dengan kriteriaku. 

The Journey of Nurva & Bams Part.1

Hi Teman Nurva Mungkin benar bahwa semesta selalu punya cara memisahkan dan mendekatkan dua orang yang tak berjodoh dan berjodoh. Pengalaman...